28 Juni, 2015

Salahkah Aku Jika Aku Menjadi Pembunuh

Namaku Awa Mbae aku lahir di sebuah Desa Parabubu Kecamatan Mego Nusa Tenggara Timur. Demi untuk merubah hidupku dan keluargaku kubulatkan tekat untuk merubah nasib dengan menjadi buruh migran di negara orang.


*****

Dengan hanya bermodalkan ijasah sekolah dasar yang aku miliki, aku mencoba peruntunganku dengan mendaftar sebagai TKI. Seandainya di negeri ini aku bisa mendapatkan pekerjaan, aku lebih senang untuk kerja di negaraku sendiri, namun apa yang bisa aku dapat di negri ini kalau hanya mengandalkan ijasah sekolah dasarku.

Lima bulan lamanya aku dipenampungan, setelah dirasa cukup memliki bekal dengan pelatihan-pelatihan yang aku jalani, akhirnya bersama 15 orang aku diberangkatkan untuk bekerja sbagai pembantu rumah tangga dengan negara tujuan arab saudi.

Aku merasa gembira, dalam hatiku aku berkata " Inilah jalan untuk merubah nasibku dan keluargaku " Namun dilain sisi aku juga merasa sedih karena harus meninggalkan keluargaku untuk waktu yang cukup lama.

*****

Enam bulan telah berlalu, bayangan kebahagiaan yang dulu aku dambakan untuk bisa mendapatkan uang yang banyak untuk aku dan keluargaku ternyata hanyalah bayangan semu belaka. 

Bukanya uang yang aku dapatkan namun siksaan-demi siksaan yang aku alami, dan akupun tidak pernah melihat yang namanya uang, apalagi gaji bahkan hanya untuk sekedar makanpun aku harus seperti kucing. Dalam penderitaanku aku tak tau harus mengadu kepada siapa.

Dalam penderitaan yang aku alami, yang aku bisa hanyalah berdoa kepada sang pencipta semoga Tuhan mengirimkan malaikatnya agar aku bisa terlepas dari penderitaan ini.

Namun Bukannya penderitaan yang berakhir, namun sebuah malapetaka besar harus aku alami, yah.... mungkin Tuhan mempunyai kehendak lain tentang diriku, hingga ajalku harus berakhir di tiang gantungan di negara orang.

*****

Malam itu ketika bos ku dan seluruh keluarganya pergi. dirumah hanya tinggal aku dan Abdullah anak sulung dari bosku yang kebetulan tidak ikut pergi. Sebuah malapetaka terjadi ketika Abdullah mencoba untuk merenggut kehormatanku yang selama ini aku pertahankan.

Saat rumah dalam keadaan sepi tiba-tiba Abdullah masuk kekamarku dan langsung membekapku untuk melayani nafsu bejatnya. Dengan sekuat tenaga aku mencoba untuk mempertahankan kehormatanku.

Dengan susah payah akhirnya aku bisa melepaskan diri, aku berlari menuju dapur namun dengan wajah seperti setan abdullah tetap mengejarku.

Dalam ketakutanku, aku menggapai sebuah pisau dapur untuk melindungi diri, dan aku masih ingat saat pisau ditanganku menembus lambung abdulah. Dengan tubuh yang menggigil dalam ketakutan aku melihat wajah abdullah dengan mata melotot sebelum akhirnya jatuh dengan bersimbah darah tidak bernyawa lagi.

*****

Aku masih kuat untuk menerima siksaan namun, aku tidak bisa lagi menahan amarahku ketika kehormatanku akan direnggut. Kini aku hanya berpasrah dengan hukuman yang harus aku jalani.

Kini aku hanya tinggal menghitung hari hingga sampai saatnya nyawaku harus berakhir di tiang gantungan. Dalam keputus asaan aku hanya bisa berucap " Tuhan... Salahkah Aku Jika Aku Menjadi Pembunuh "

*****
Cerita ini hanya fiktif belaka, mohon maaf bila ada kesamaan nama maupun daerah. Silahkan baca juga Cerpen 

Hanyalah manusia biasa yang jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah

6 COMMENT

Ceritanya bagus, tadi awalnya mengira dikutif dari cerita non fiktif ternyata fiktif hehe..
Dengan plot mundur tsb, mungkin ada cerita sambungannya ya, misal cerita dipenampungan atau cerita kerasnya dunia kerja yang tidak berpihak ditanah kelahirannya :-D

Ceritanya bagus juga :) hmm, kiarin iya beneran, ternyata cuman cerita -_-

membunuh dalam keadaan terdesak atau sedang dalam jihat tidak masalah , kalau masalah diatas saya kurang tahu hihi

Ndak bersambung mas, ini coba-coba belajar fiksi mas, maklum kalau jelek.

Makasih mbak, mencoba belajar fiksi nih mbak.:)


EmoticonEmoticon